Minggu, 14 Juli 2013



Playboy


Sorak sorai penonton kian menambah semangat pemain sepak bola yang sedang bertanding. Pertandingan ini adalah pertandingan yang sangat spektakuler antara dua sekolah. Adit sebagai kapten tim dari SMA ANAK BANGSA bermain dengan lincahnya. Kapten yang satu ini emang termasuk salah satu siswa keren di sekolahnya. Jadi wajarlah kalu penonton meneriakkan dirinya. Pertandingan yang berlangsung selama 2x45 menit itu sangat menegangkan, karena kedua tim tersebut sama-sama tangkasnya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan permainan yang lincah, SMA ANAK BANGSA memenangkan pertandingan dengan selisih skor 1.

Sebagai kapten, Adit melambai-lambaikan tangan atas kemenangan timnya. Namun, betapa terkejutnya ia ketika ia melihat salah seorang penonton dari arah Utara yang tak lain dan tak bukan merupakan salah seorang pacarnya, si Andin. Dia memalingkan wajah kea rah barat, di sana juga ada Meta yang juha pacarnya sedang melambaikan tangan. Begitu juga saat ia memalingkan wajahnya kea rah Selatan, ia juga melihat pacarnya Dina. Tak hanya itu, di saat ia melambaikan tangan kea rah timur, ia juga melihat Nadia. Dia pusing 7 keliling. Keempat pacarnya ada di saat bersamaan. 

Dengan keadaan yang sangat membingungkan ini, ia segera pergi ke ruang ganti untuk ganti pakaian sekaligus menghindari ke-4 pacarnya tadi.
Sesampainya di ruang ganti, ia membuka loker dan mulai membuka handphonnya. Di layar tertulis “4 Nem Message”.

Ia membuka pesan satu persatu.
“Andin : sayang, Andin mau lihat kamu bertanding”.
“Meta : Adit, kamu dimana sich, aku udah di stadion bola nih, mau lihat kamu bertanding”.

“Dina : Dit, aku sama temen-temen lagi berangkat kea rah stadion nih”.
“Nadia : Aku udah di depan stadion nih, kamu dimana say?”.

Adit menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Baru kali ini ia merasa kebingungan enggak bisa lagi berpikir. Lau ia keluar dari kamar ganti dan melihat keadaan stadion sudah kosong, tak ada lagi orang yang berada di sana. Dia sedikit tengang. Dengan santai ia berjalan ke tengah stadion. Tiba-tiba

“Adiiiiiiiitttt”, panggil Meta.
“Ya sayang”, sahut adit dengan nada manja
“Kamu tega banget sih, enggak balas sms aku”, katanya
“Tadi handphone aku tinggal di loker. Maaf ya, jangan marah ya”, jawab Adit
“Owg gitu. Iya deh enggak papa”, kata Meta
“Thanks sayang, kamu baik deh”, ujar Adit manja
“Adit!!”, panggil Nadia dari arah pintu
Adit mulai kewalahan.
“Adit, kamu sama siapa nih?”, tanya Nadia
“Aku ini pacar Adit”, tegas Meta
“Pacar??”, Tanya Nadia kebingungan

Namun belum juga Meta menjawab, Dina datang bersama Andin. Kebetulan mereka saling kenal. Jadi mereka menemui Adit bersama.

“Yang pacarnya itu aku”, sahut Andin
“Andin, apa-apaan sih kamu, yang pacarnya Adit ya aku. Kalian apa-apaan sih. Cuma aku pacar satu-satunya”, sela Dina
“Jadi kalian semua ini pacarnya?”, Tanya Meta
“Iya”, jawab mereka hampir kompakan

Lalu mereka saling bertatapan tiada mengerti. Mereka yang selalu berpikir bahwa merekalah pacar satu-satunya Adit. Malah di duakan dan bahkan di empatkan oleh Adit.

“Adit, tega banget sih kamu”, ucap Meta
“Nih buat kamu”, kata Meta

Lalu tamparan keras mendarat di pipi kanan Adit hingga memerah. “itu dari aku buat cowok kaya kamu”, kata Meta, lalu ia pun pergi meninggalkan Adit.

“Ini dari aku”, kata Nadia, lalu sebuah tamparan berhasil mendarat mulus di pipi kanan Adit. Rasa malu yang diderita melebihi rasa sakit yang di rasakan. Belum lagi sakit tamparn itu hilang, tiba-tiba terdengar suara.

“Kalau begitu kita PUTUS!!!”, ucap Nadia dengan nada marah, lalu Nadia pergi meninggalkan Adit

“Aku juga sama, dit. Aku kecewa sama kamu, mulai sekarang kita berakhir sampai di sini", tegas Dina yang kemudian pergi menyusul Nadia pergi.

Kini tinggallah Adit dan Andin berdua.

“Lalu kamu mau apa Ndin ?”, Tanya Adit pada Andin

“Aku enggak mau apa-apa, aku Cuma mau bilang, aku KECEWA sama kamu Dit. Aku enggak nyangka kamu yang aku sayang, tega-teganya mengkhianati hubungan ini. Aku kecewa, aku kecewa Dit”, kata Andin

Kata-kata Andin ini menyentuh hati Adit, apalagi Adit melihat Andin meneteskan air mata. Adit tak tahan melihat ini semua. Kemudian Adit memeluk Andin seraya berkata
“Maafin aku Ndin”, ujar Adit

“Aku bisa maafin kamu. Tapi aku enggak bisa lagi menjalin hubungan ini seperti dulu dengan mu”, jawab Andin

Andin melepaskan diri dari pelukan Adit dan berlari meninggalkan Adit dengan linangan air mata. Adit masih terdiam di tempat itu sambil melihat kepergian Andin. Tanpa terasa Adit meneteskan air mata penyesalan.



Batik Impianku


            Ketika Kak Dira hendak pergi menuju sebuah sanggar seni batik, ia menitipkan sebuah pesan padakau bahwa aku harus tetap di rumah untuk menjaga adik-adikku. Rasanya aku iri sekali. Aku sangat suka dengan batik nusantara. Hampir semua barang yang kumiliki bermodekan batik. Mulai dari pakaian hingga hiasan di kamarku. Tapi sayang, bukan aku yang pergi ke sanggar seni batik itu.

            Aku hanya dapat menanti datangnya cerita dari kak Dira. Ketika malam tiba, aku duduk terpaku memandang bintang di langit. Dan berharap aku bisa punya toko batik dan mahir dalam pembuatannya.

            Ketika esok harinya tiba, dari kejauhan terlihat kakakku Dira dating penuh tawa. Tak sempat pun ia berkemas-kemas, lalu ia bercerita, “Adikku, kakak pulang membawa cerita yang sangat menarik”, ujar kakak. Hatiku pun berdebar dan mencoba mendengar cerita kak Dira.

            “Dik, tahu tidak! Ketika kakak sampai di sanggar seni batik itu, kakak melihat beraneka ragam kain batik di olah dengan sangat terampil. Kakak pun tertarik dan mencoba membuatnya dengan canting”, jelas kakak.

            “Kak, aku begitu bersedih. Aku ingin melihat proses pembuatannya dan juga membuat sebuah took batik. Tapi aku rasa itu hanya harapan kosong”, jawabku
            “Tidak ada yang tidak mungkin. Tetaplah berusaha keras. Kalu begitu kakak berkemas dulu ya!”, ujar kakak

            Aku tetap meresapi perkataan kakak. Dan saat siang tiba, aku segera bergegas pergi ke toko buku untuk mencari buku tentang proses pembuatan batik. Rasanya letih demi mencari buku itu. Sudah beberapa toko aku datangi, namun tidak satupun kutemukan. Ketika aku terus berjalan mencari, aku bertemu dengan salah seorang teman akrabku, Harza. Akupun menceritakan kendalaku padanya. Dan kebetulan dia memiliki buku itu dan mengambilnya ke rumah Harza.

            Namun sayangnya, ketika tiba di sana yang ia tunjukkan bukanlah buku tentang proses pembuatan batik, tetapi malah buku kumpulan do’a-do’a. aku begitu tekejut sekali dan tertawa. Aku mengira Harza salah member buku. Tetapi ia bermaksud kalau aku harus berdo’a untuk mencapai apa yang aku inginkan. Walaupun sedikit kecewa, tetapi ada motivasi yang aku dapat.

            Setelah beberapa hari kemudian, aku mendatangi ibu di kampong dengan meninggal adik dan kakakku. Namun sayang, ibu tidak ada di rumah. Aku terpaksa menunggu sampai ibu pulang. Tak lama kemudian, datanglah sesosok wanita dari kejauhan. Itulah ibuku. Betapa ia terkejut melihatku menggunakan kemeja batik, dan tas batik.

            “Nak, kenapa kamu memakai batik? Kemana hendak kamu ajak ibu”, tany ibu
            “Yam au kerumahlah bu”, jawabku

            Ibu pun membawaku dengan rasa heran. Lau aku menceritakan apa yang sedang aku rasakan. Dan ibu mendapatkan solusi terbaik. Pada saat itu, di daerah dekat kampong itu, ada sebuah keluarga yang menurut ceritanya sangat telaten dalam pengolahan batik ini. Kamipun segera menuju ke sana. Setibanya di sana, aku dan ibu heran dan dalam hati bertanya, “mengapa sepi sekali?”. Kamipun mencoa masuk. Betapa kotornya rumah itu dan dipenuhi oleh kecoa dan semak belukar. Saat itu, lewatlah seorang bapak kearah rumah itu. Kami kira dialah pemilik rumah yang kami cari. Tapi ternyata bapak itu adalah penjaga rumah tua itu. Karena timbuk rasa bingung, aku dan ibu segera saja menanyakan kepada penjaga rumah itu. Dan katanya pemilik rumah itu sudah pindah ke kota untuk mengembangkan usahanya.

            Rasanya berat untuk menampilkan senyuman. Pulang dengan tangan kosong. Aku hampir merasa putus asa. Akupun kembali ke kost untuk sekolah. Di sekolah, aku sangat suka pelajaran seni. Guru-guru salut dengan kesenian-kesenian yang aku buat. Namun sayang, sekian banyak materi yang bisa dipraktekkan, hanya batik yang tidak bisa dipraktekkan. Selain karena guru seni yang tidak tahu, melainkan fasilitas juga tidak ada. Berhari-hari aku lewati dengan penuh harapan. Kak Dira hanya bisa memberi semangat. Saat itu, aku berfikir untuk tidak lagi menyukai batik. Barang-barangku yang bermodekan batik, aku masukkan ke dalam peti. Aku mencoba menjauhi diri dari batik. Kak Dira pun heran mengapa aku tidak sering memakai batik lagi. Aku hanya bisa menjawab, “Aku lebih suka memakai benda-benda yang simple-simple aja”.

            Sebulan aku lewati dengan menjauhi batik. Ketika aku hendak pergi sekolah aku membawa barang-barang yang bermodekan batik itu untuk di bagikan kepada kaum fakir. Setibanya aku di sekolah, terlihat seorang pegawai yang memakai pakaian batik. Aku langsung mengalihkan perhatianku. Kemudian guru seniku memanggilku. Aku mendatanginya. Dan aku dikejutkan sekali dengan penyampaian guru seniku. Aku dijemput oleh orang-orang yang berseragam batik itu. Guru kesenianku sangat mengerti bahwa aku sangat mencintai batik dan ia mengirimkan data-data ku ke salah satu sanggar seni batik di kota tetangga. Betapa aku sangat bahagia. Ketika itu juga aku sujud syukur. Dan barang-barang yang hendak aku sumbangkan tadi, tidak jadi aku bagikan.

            Aku segera pulang dengan kabar bahagia. Dan segera mengemas pakaianku untuk segera berangkat. Tak lupa juga pamit. Aku berpikir impianku dengan batik kian terwujud. Kini, aku kembali seperti dulu lagi. Namun selama aku berlatih mengolah batik di sanggar seni itu, banyak sekali cobaan. Ketika pertama kali aku belajar, tanganku terkena lilin yang panas. Dan banyak lagi luka-luka di tubuhku. Selain itu aku juga terkadang mendapat amarah dari Pembina, bila aku salah sedikit mengerjakannya.

            Setelah aku menginjak usia 23 tahun dan saat itu aku mulai menginjakkan karierku. Setelah tamat kuliah dari jurusan sastra, aku langsung mencari modal untuk membuka usaha. Tetapi sangat sulit. Akhirnya tidak jadi aku membuka usaha. Aku hanya bisa mengembangkan bakatku di rumah saja. Ketika itu, saat aku sedang membuat batik di sanggar, datanglah seorang pengusaha besar batik ke sanggarku. Tujuan ia datang untuk mencari karyawan-karyawan yang handal. Dari banyak teman-temanku, aku dan Rizalah yang terpilih menjadi karyawan di perusahaannya. Walaupun aku tidak bisa membuka usaha ataupun toko batik seperti yang aku harapkan. Tetapi tidak apalah aku menjadi karyawan dalam pengolahan batik di perusahaan itu. Apapun yang terjadi, aku tetap berusaha dan berdo’a.



Di Balik Kepedihan Kutemukan Cinta Sejatiku

            Hari ke lewati demi hari. Seperti hari-hari biasa aku selalu tersenyum setiap harinya berkat dirinya yang selalu ada di sampingku.
            Dia adalah Agus. Cowok yang sangat aku sayangi dan aku cintai. Agus selalu bersikap baik kepadaku. Dia selalu membawakan aku cokelat kesukaanku. Apalagi saat-saat pertama kami pacaran. Betapa senangnya aku ketika dia memberiku hadiah kecil untuk pertama kalinya.
            “Ini hadiah buat kamu”, kata Agus
            “Apa ini???”, tanyaku penasaran
            Lalu aku mengambilnya dan membukanya. Ternyata yang ada di dalamnya adalah sebuah boneka kecil berwarna putih.
            “Makasih ya..”, ucapku padanya
            “Sama-sama. Jaga baik-baik ya..”, ujarnya
            Aku tersenyum kepadanya. Agus satu angkatan denganku. Namun hanya berbeda jurusan aja. Aku mecintai sifatnya yang alami dan aku menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika aku bersender di bahunya yang bidang.
            Tiga bulan telah kami lewati suka maupun duka. Namun, kebahagiaanku yang biasanya kurasakan kini sudah hilang. Aku masih tak percaya. Ini seperti mimpi buruk bagiku.
            Malam yang kelam sekelam hatiku saat ini. Beberapa jam lalu aku masih seperti biasa. Ceria. Menikmati kebahagiaanku. Tapi kini hanya gara-gara dia keceriaanku memudar dan berangsur-berangsur hilang. Beberapa detik yang lalu, mendengar keputusan sepihaknya mengakhiri hubungan yang selama ini kami jaga bersama. Tanpa aku tahu alasannya mengatakan semua itu.
            “Kita sampai disini aja, ya!”, kata Agus
            Aku masih belum percaya dengan apa yang dikatakan Agus.
            “Tapi kenapa?”,tanyaku
            “Maafin aku, Ndah. Aku rasa kita sudah tidak cocok lagi”,ujarnya
            Lalu dia pun menutup telefon itu, tanpa memberiku kesempatan lagi untuk berbicara
            Kini aku hanya bias meneteskan air mata. Walaupun sebenarnya tak ingin menangis. Tapi air mata ini tetap saja mengalir membasahi pipiku. Kenapa Agus bersikap seperti ini padaku?
            “Ada apa sebenarnya dengan dirimu?”, tanyaku dalam hati
            Hatiku sangat hancur. Aku kecewa. Agus yang biasa bersikap baik dan lembut, kini perkataannya menyakitkan perasaanku.
            “Mengapa kamu berubah? Dimanakah janji yang dulu pernah kamu ucapkan?”, teriakku dalam hati

            Hari-hari kulewati tanpa dirinya. Sulit rasanya diriku untuk melupakannya. Kejadian itu selalu menjadi pikiranku. Hingga aku jatuh sakit karena memikirkan hal itu.
            “Sudahlah Indah. Enggak ada gunanya kamu mikirin dia terus, toh dia juga belum tentu mikirin kamu”, kata Lia
            Lia sahabatku yang selalu setia menemaniku. Baik saat senang maupun sedih. Dia yang selalu menghapus air mataku saat aku sedang bersedih.
            “Tapi aku sayang banget….”
            Belum selsesai aku bicara, Lia memotong perkataanku.
            “Tapi dia belum tentu syang sama kamu. Mungkin kalian sudah ditakdirkan untuk tidak bersama. Mungkin dia memang bukan yang terbaik buat kamu”, katanya
            “Tapi Lia…..”
            “Sudahlah Ndah. Lupakan dia sekarang. Hidup kamu masih berarti tanpa dirinya. Suatu saat nanti pasti kamu menemukan cowok yang lebih baik dari Agus”, ujarnya tegas
            Aku diam sejenak memikirkan perkataan Lia. Menurutku perkataannya ada benarnya juga.
            “Aku akan mencoba melupakannya dari sekarang”, kataku sambil tersenyum
            “Gitu dong! Udah bisa senyum lagi. Kamu kelihatan lebih cantik dengan tersenyum. Lupakan Agus!! Aku gak mau sahabatku ini sakit lagi karena dia”, ujar Lia
            “Makasih Lia”, kataku sambil memeluknya erat
            Dia pun membalas dengan senyum manisnya.
            Setelah mendapat nasihat dari Lia, aku sudah mulai bisa mengontrol diriku. Aku tidak kesepian lagi walaupun tanpa Agus, karena Lia selalu ada di sampingku. Dia selalu membuat aku tertawa setiap harinya.

            Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tak terasa setahun sudah. Aku sudah melupakan Agus dari didupku.
            Saat ini ada seorang cowok yang lagi deketin aku. Namanya Adi. Paras wajahnya sangat biasa. Tapi aku selalu nyaman setiap berada di dekatnya. Suatu hari dia mengatakan sesuatu yang tidak aku duga.
            “Apakah kamu bersedia menjadi pacarku?”, kata Adi serius
            Aku terdiam memikirkan perkataan Adi. Apa yang harus aku jawab. Aku bngung. Karena masih ada sedikit rasa trauma di diriku.
            Tapi aku merasa ada perasaan yang berbeda jika lagi deket sama Adi. Mungkin aku juga menyukainya. Tapi aku enggak tahu kenapa bisa suka sama dia. Padahal dia orangnya biasa dan tidak ada yang istimewa dari fisiknya. Entah kenapa akhirnya aku menerimanya juga.
            “Jika kamu yakin, aku mau nerima kamu”, jawabku
            Dia tersenyum.
            “Aku berjanji tidak akan menyakitimu”, ujarnya
            “Aku harap kamu bisa pegang janji itu”, ujarku
            “Aku janji akan pegang janjiku”, katanya lagi
            “hmm.. ia aku percaya”, ujarku sambil tersenyum
           
            Kami jalani hubungan kami dengan baik. Belum ada pertengkaran yang terjadi diantara kami. Dia sangat perhatian dan selalu menjagaku sebagai wanita. Dia sering mengatakan tidak ingin kehilangan diriku. Dan dia juga ingin memiliki diriku seutuhnya untuk selamanya. Aku sangat senang mendengar itu semua.
            Tak terasa tamatlah sudah kami dari SMA. Kami sama-sama lulus dengan nilai yang memuaskan. Walaupun kami akan berpisah, tapi hubungan kami masih tetap berlanjut. Dan dia pun tetap dengan janjinya. Dia belum pernah menyakitiku. Hudupku semakin ceria semenjak aku pacaran sama Adi. Aku sangat menyayanginya.
            Akhirnya kami pun sama-sama melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri.