Jumat, 07 Juni 2013

Cerpen Islami


Namaku Syifa Zahfania, kebanyakan teman-temanku memanggil dengan Syifa. Di kelas aku di kenal cewek paling tomboy. Karena cara bertingkahku yang seperti cowok, dan bergaulku yang tak lepas dari cowok. Aku termasuk cewek per*kok mulai dari kelas 3 SMP. Jauh dari orangtua membuatku semakin menjadi anak yang tak berperilaku. Aku hanya hidup dengan kemewahan dari orangtua dan kedua pembantuku. Setiap hari yang aku pergi pagi pulang petang dan berkumpul dengan para gerombolan preman di jalan. Aku sangat menyukai kebebasan dan tak suka di kekang. Masa bodoh semua orang mau berkata apa tentang kehidupanku. Kehidupan mereka belum tentu benar.
Sekarang aku sudah menginjak dewasa dan mulai masuk perguruan tinggi. Di kampus tak ada yang layak untuk aku jadikan teman, semua sok sibuk dengan tugas-tugas kampus. Aku memilih untuk menyendiri di bangku pojok. Kunikmati sebatang r*kok untuk menghilangkan penat di fikiran. Melihat banyak mahasiswa yang berjalan di koridor membuatku semakin suntuk. Ku langkahkan kaki untuk beranjak keluar dari kampus. Setiap sudut ku lihat banyak sekali mahasiswa yang berkeliaran tak karuan.
Bruukkk…
beberapa buku jatuh dari gengaman cewek berjilbab panjang yang menutupi dadanya. Cewek berkerudung pink mudah dengan mengenakan baju panjang tak taulah apa itu namanya. Beberapa detik ku lihat parasnya sangat indah dengan balutan jilbab yang dikenakan.
“Maaf”
Itulah kata yang keluar dari mulutnya. Aku hanya terdiam membisu mendengar ucapannya. Cewek itu tersenyum lalu mengambil bukunya kembali, dan berlalu dariku. Sungguh cantik parasnya. Tiba-tiba ada perasaan iri yang menyelimuti diriku setelah melihatnya. Tapi buru-buru ku buang perasaan iri itu. Aku lebih suka dengan diriku yang seperti ini.
^___^
“Terima kasih untuk semua mahasiswa yang telah menyedekahkan barang-barang kesayangan kalian untuk kami berikan kepada yang lebih membutuhkan”
Dari cara bicaranya, aku seperti mengenali. Aku lihat banyak sekali mahasiswa yang berkerumun pada stan kecil di tepi taman. Entah apa yang sedang mereka lakukan. Aku beranjak pergi tanpa menoleh sedikitpun ke arah stan itu. Setelah beberapa langkah dari stan itu, seperti ada sesuatu yang menarik kuat langkahku untuk kembali menuju stan tersebut, perasaanku juga mengatakan untuk kembali menuju stan. Tanpa kusadari diriku sudah berada di depan stan. Semua mahasiswa telah pergi hanya ada dua cewek berjilbab yang salah satunya tak asing lagi. Setelah ku ingat wajahnya, bibirku tersenyum. Cewek yang cantik kemarin gumamku dalam hati.
“Assalamu’alaikum, silahkan mengunjungi stan kami jika ada yang ukhti ingin sedekahkan” ucapnya dengan lembut dan penuh senyuman.
“ukhti? Sedekah? Apa itu aku tak pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. Dulu ketika SD, SMP sampai SMA aku sering bolos saat pelajaran agama, ujian praktek aja dapat nilai jelek. Aku hanya tersenyum binggung harus ngapain.
Cewek itu tiba-tiba menghampiriku, dari cara berjalannya beda banget dengan cewek lainnya apalagi sama aku jauhhhh. Semakin cewek itu mendekat semakin ada perasaan takut yang menyelimuti diriku entah kenapa rasanya perasaan iri ini menyeruak ke dalam jiwaku.
“Saudariku, bukankah kita pernah bertemu sebelumnya, saya Naura”. Ucapnya seraya mengulurkan tangannya. Aku tak langsung menyambut uluran tanganya. Ku lihat senyum manis yang begitu tulus, juga cara berpakaianya yang sangat tertutup membuat diriku sangat iri, mengapa dia bisa begitu terlihat sempurna.
“Syi..fa” jawabku terbata dengan menyambut uluran tanganya. Begitu lembut tanganya serasa memegang kapas.
“Nama yang cukup bagus Syifa artinya penyembuh atau obat. Wah pasti kamu bangga dengan nama kamu”
Aku kembali tersenyum. Aku saja tak menyadari akan bagusnya namaku, apalagi sampai ada artinya.
“Mari bergabung di stan kami, meskipun Syifa nggak sedekah nggak masalah kok, yang penting Syifa senang bisa bergabung dengan stan kami”
Kini kau benar-benar bagaikan patung, tak mampu berkata dan berbuat apa-apa lagi. hanya iya iya iya dan iya tidak ada kata menolak.
Aku duduk di samping Naura yang sedang asyik merapikan beberapa barang yang berada di meja dan di masukkan ke dalam kardus. Beberapa menit kemudian semua barang sudah di kemas dalam kardus dan dimasukkan ke dalam mobil.
“Syifa ikut kami ke Panti Asuhan yuk, untuk memberikan sumbangan ini” ajak Naura dengan menarik lenganku, untuk terakhir kalinya mulutku tak bisa untuk menolak ajakannya.
Selama perjalanan menuju Panti Asuhan aku hanya terdiam, ku lihat Naura sedang berkomat kamit entah apa yang dia baca. Begitupula dengan teman di sampingnya. Jadi binggung sendiri harus ngapain. Mencoba komat-kamit tapi mau baca apa, serba binggung.
Tak lama kemudian sampailah di sebuah tempat tak begitu luas, tapi terlihat sangat tenang suasananya. Naura mengambil beberapa kardus yang telah di pak dan masuk ke dalam ruang tamu. Akupun ikut membantu membawa barang yang masih tertinggal di mobil dan masuk ke dalam ruang tamu.
Tampak sekali keakraban Naura dengan wanita berpakaian panjang berwarna merah marun yang duduk bersanding dengannya. Senyuman yang selalu menghiasi di setiap kata-katanya. Canda kecil yang terlontar dari mulut Naura dan pelukan akrab Naura kepada ibu yang duduk di sampingnya sangat membuatku terpukau. Aku hanya tersenyum melihatnya.
“Syifa, kita tengok anak-anak yuk, mereka sedang bermain di dalam” ajak Naura dengan mengandeng tanganku. Aku hanya terdiam melihat gengaman tangan Naura. Baru kali ini aku merasakan sebuah sentuhan yang benar-benar lembut.
Tak jauh dari beberapa langkah kami, seorang anak memanggil nama Naura dari belakang.
“Kak Nauuurrraaaa” teriak seorang gadis kecil berkerudung coklat
“Naumi sayang” jawab Naura seraya memeluknya dengan penuh kasih sayang, beberapa kali Naura mengecup kening gadis itu.
“Eh kenalan sama teman kakak, ini namanya kak Syifa” ucap Naura dengan membantu mengulurkan tangan gadis itu ke arahku.
“Syifa”. Jawabku singkat dan tersenyum
“hmmm, kak Syifa kok sepertinya cemberut pasti ada masalah yah” ucap Naumi dengan menarik lengan bajuku.
“Naumi sok tau ah, kak Syifa gak ada masalah kok”. ucapku pelan.
“kalau kak Syifa ada masalah curhat sama Allah saja, Naumi yakin Allah pasti membantu kak Syifa’. Oh iya kak Syifa kok gak pakai jilbab sih, nanti Allah gak mau lho menerima curhat dari kak Syifa”. Ucap Naumi polos
Jantungku seakan berdegup kencang, Allah? Jilbab?, selama ini aku jauh sekali dengannya. Bahkan aku tak mengenalnya. Sungguh aku belum pernah sekali mengingat Allah. Apa ini yang selalu membuatku merasa suntuk, kenapa aku baru menyadarinya. Tak terasa butiran halus telah jatuh ke pipi. Aku berlari keluar menjauh dari Naura dan Naumi. Aku bagaikan orang yang tak pantas berada dalam rangkulan mereka.
Semua bayangan dosaku mulai menghantui fikiranku. Hatiku seakan menjerit sakit ketika mengingat semua kesalahanku. Aku merasa menjadi orang yang paling merugi. Air mataku tak henti-hentinya mengalir deras bagaikan air hujan yang membasahi bumi yang begitu banyak debu yang mengotori bumi ini
“Syifa” ucap Naura di sampingku.
Aku tak ingin menoleh ke arahnya. Bahkan untuk melihat raut suci Naura aku tak sanggup. Aku hanya seorang Syifa, yang banyak melakukan dosa, bahkan dosaku kini menjadi lukisan dalam fikiranku.
“Kamu sakit hati dengan ucapan Naumi, dia kan masih gadis kecil yang polos. Jadi suka bicara ceplas ceplos” hibur Naura dengan membelai bahuku dengan lembut.
“aku nggak merasa sakit hati dengan ucapan Naumi, bahkan aku merasa lega karena Naumi mengingatkanku akan Allah dan jilbab yang sudah sekian tahun aku lupakan”. ucapku dengan tertunduk.
“Alhamdulillah, itu tandanya Allah sayang dengan kamu Syifa. Karena Syifa masih di beri keluwesan hati untuk berubah. Allah sangat mencintai orang yang ingin berubah”
“Tapi dosaku sangat banyak Naura, bahkan akupun sangat malu berdekatan dengan wanita suci dan sempurna seperti kamu”
“Astaghfirullah kamu tidak boleh berkata seperti itu Syifa. Manusia di dunia ini tak ada yang sempurna, hanya satu yaitu Allah yang memiliki kesempurnaan, aku hanya manusia biasa yang tak luput dari sebuah dosa. Kamu harus ingat Syifa seberapa banyak dosa seorang hambanya kepada Allah baik itu setinggi gunung, seluas samudra jika kita ingin berubah dan bertaubat maka akan runtuhkan segala dosa kita”
“Tapi Allah gak mungkin bisa memaafkan kesalahaku Naura”
“Syifa, Allah itu memiliki sifat ghofuur yang artinya maha pemaaf. Jadi jika kamu ingin benar-benar berubah dan bertaubat maka Allah akan mengampuni segala dosa kamu, yakinlah bahwa Allah itu tidak tidur Allah tau apa yang kita niatkan dalam hati. Semasa niat itu baik maka Allah akan menyempurnakannya”.
Aku menatap kedua bola mata Naura yang penuh dengan kelembutan, ku dekap erat tubuhnya. Aku benar-benar bahagia bisa bertemu dengannya.
“Aku ingin berubah, ajari aku sholat dan mengenal Allah” ucapku pelan
“Syukur Alhamdulillah aku sangat senang mendengarnya”.
^____^
Sebulan telah berlalu, sejak berteman dengan Naura aku banyak mengalami perubahan. Yang dulu sering meninggalkan sholat jadi gak mau sampai telat untuk berjama’ah sholat wajib di tambah dengan sholat sunnah, yang dulu selalu membangkang nasihat bunda kini selalu nurut apa yang dikatakan jawabannya iya semua, gak pernah pulang malam, sudah bisa mengaji Al-Qur’an walaupun sedikit terbata-bata. Hanya satu yang belum aku perbaharui yaitu mengenakan jilbab.
Sepertinya Hatiku belum mantap untuk mengenakannya, akan tetapi banyak dorongan dalam diriku yang mendesak untuk mencoba mengenakan jilbab. Sulit sekali untuk memantapkan hatiku.
“Assalamu’alaikum Syifa” sapa Naura mengagetkanku.
“Wa’alaikumsalam Naura” jawabku dengan senyuman.
Eitss lupa, semenjak aku berteman dengan Naura, nggak lepas dari salam setiap ketemu. Terkadang saat aku tiba-tiba menyapa Naura dengan sebutan nama pasti nggak mau noleh, harus pakai salam dulu. Awalnya sering lupa, tapi karena sering di lakukan jadi terbiasa. Kata Naura dengan mengucapkan salam itu sama saja dengan mendo’akan diri kita, bahkan menjawab salam saja sampai diwajibkan?.
“Naura, apakah seorang wanita wajib hukumnya mengenakan jilbab”
“Syifa, aurat seorang wanita itu mulai dari ujung rambut sampai kaki, kecuali muka dan telapak tangan. Bahkan ada perintah tutuplah aurat kamu karena itu adalah perintah agama, jadi manakala kita meninggalkan itu kita akan kena sangsi, dan sangsi dari Allah itu adalah siksaan di akhirat.”
“Lalu kenapa kita di wajibakn mengenakan jilbab?”
“kita hanya manusia bisa yang diciptakan, dan masih ada kekuasaan yang Maha besar yang menguasai diri kita. Dialah Allah, yang menguasai setiap helai rambut kita, setiap hembusan nafas kita dan langkah kaki kita. Sehingga tidaklah salah jika Allah memberikan perintah untuk mewajibkan kita mengenakan jilbab, dan jikala kita mnegenakan jilbab tidak akan rugi”.
“kenapa gitu kok gak rugi, bukankah kecantikan kita tidak terlihat. Kan ada orang yang bilang kalau rambut kita adalah mahkota, jadi dengan terlihatnya rambut kita maka orang-orang akan menilai kita cantik”.
“kamu kurang benar Syifa, bahkan dengan kita mengenakan jilbab maka identitas kita akan cepat di kenali oleh orang. Bahkan dengan mengenakan jilbab kita akan terlihat lebih nyaman, tentram, anggung dan mempesona. Rambut memang mahkota terindah yang dimiliki oleh wanita, akan tetapi alangkah baiknya jika mahkota itu kita simpan dan kita jaga kemurniannya dengan berjilbab.”
“kamu betul Naura, InsyaALLAH aku akan mencoba untuk mengenakan jilbab”
“Alhamdulillah, gitu donk ini namanya sahabat muslimah sejatiku”
Aku tersenyum ke arah Naura, benar-benar perfect muslimah deh Naura, cantik iya, baik dapet, akhlaknya mulia, tutur katanya halus, sikapnya lembut. Hmm idaman para lelaki sholeh.
“Syifa, aku punya sesuatu untuk kamu, kebetulan tadi aku melihat di toko batik, sepertinya cocok dengan kamu” ucap Naura dengan menyodorkan tas kecil.
Dengan sedikit malu aku terima bingkisan tas berwarna hijau itu. Dan ketika kubuka ternyata isinya tiga warna jilbab berwarna hijau, merah dan orange.
“cantik sekali jilbabnya, terima kasih banyak Naura. Eh kok bisa tepat sekali saat aku mendambakan ingin berjilbab ya”
“hmm, itu karena kita sahabat muslimah sejati?, semoga saja kamu benar-benar bisa menjadi muslimah sejati”
"Amin"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar